Gimana Caranya Membela Saudara Jauh?

Salim ra. Mendengar dari Bapaknya bahwa Muhammad Rasulullah SAW. Bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi sesama muslim. Dia tidak boleh menganiaya saudaranya dan tidak boleh membiarkan saudaranya teraniaya.” (HR. Muslim).

Abu Hurairah ra. Menyatakan, Muhamad Rasulullah SAW. Bersabda, “Seorang Muslim adalah saudara bagi sesama Muslim. Karena itu janganlah menganiayanya dan membiarkannya teraniaya. Taqwa tempatnya disini.” Rasulullah SAW. Menunjuk dadanya tiga kali. “Alangkah besar dosa menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram menumpahkan darah sesamanya, haram merampas hartanya, dan haram mencemarkan kehormatan dan nama baiknya.” (HR. Muslim).

Hisyam bin Hakim bin Hizam ra. Mengungkapkan bahwa ia pernah melewati Syam. Dikota tersebut ia melihat beberapa orang sedang dijemur dan kepala mereka dituangi minyak.
“Apakah yang terjadi dengan mereka?” Tanya Hisyam
“Mereka disiksa karena tidak membayar pajak,” beritahu seseorang.
Hisyam menyatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, sungguh Allah Ta’ala akan menyiksa orang-orang yang selama di dunia melakukan penyiksaan terhadap orang lain.” (HR. Muslim).

Saudaraku, kita pasti menggebu-gebu jika dihadapkan pada kabar teraniayanya saudara-saudara kita di seluruh belahan dunia. Apalagi, penganiayaan yang dilakukan melampaui batas toleransi naruni manusia, ribuan nyawa melayang hanya dalam satu Suhbuh. Ada lagi yang lebih membuat sakit hati: penganiayaan dan pembantaian itu tidak pernah terjadi di depan mata kepala kita. Itu semua terjadi sangat jauh dari tempat kita berdiri, sehingga kita hanya bisa galau di sini, tangan dan kaki kita tidak mampu menggapai untuk melawan kezoliman-kezoliman itu.


Saudaraku, mungkin diantara kalian dan lingkungan kalian ada yang begitu inginnya menyelamatkan saudara-saudara kita. Kalian pasti pernah melihat mereka yang membordir bendera palestina berukuran sekitar 5x10cm di lengan jaketnya. Mereka berhimpun bersama yang lainnya, yang menggunakan pakaian serupa, melakukan kegiatan dari mulai berforum sampai berangkat langsung ke TKP, menjadi bantuan medis non-professional atau yang lainnya yang aku tidak tahu karena tidak pernah ke sana. Aku sendiri sering mendapatkan cerita tentang mereka-mereka yang sering mondar-mandir Jakarta-Gaza, dan membuat gerakan lain seperti tinggal berhari-hari di Jakarta pada tahun 1998. Sungguh luar biasa semangat juang mereka.

Saudaraku, mungkin kalian juga tahu Imam Masjid Al Aqsha, Palestina, Syeikh Mohd. Siyyam. Beliau pernah diundang ke tanah air, kemudian ternyata hanya satu, beliau tak henti-hentinya meminta agar masyarakat Indonesia selalu berdoa agar kemenangan datang bagi masyarakat Palestina. “Doakan kami terutama usai shalat,” sedangkan, “Dari sisi bantuan mujahidin surplus,” katanya.

In sya Allah, Syeikh Mohd. Siyyam sudah mewakili semua penindasan terhadap Muslim yang ada di dunia, karena Palestina sendiri adalah pusat penyerangan kejam dan paling lama mengalami semua itu. Ibaratnya mah mereka udah bisa bilang, “Kalo soal dibuli, kite-kite yang paling jago dan berpengalaman.”

Maraknya pembunuhan masal yang terjadi di Mesir saat ini membuatku tersenyum, melihat reaksi-reaksi yang terjadi. Ada yang gak ngerti tapi teriaknya paling kenceng, ada yang suka ngarang cerita sesuai seleranya masing-masing, dan tentunya, ada juga yang diam termenung sambil menahan lapar, berharap ada buah pikir yang keluar, seperti aku saat ini.

Melihat di media sosial dan di sekitaran kampus, banyak yang mengumumkan, “Ayo kita bikin tindakan yang lebih kongkrit dari do’a. Besok (hari ini) kita turun ke jalan mengumandangkan pembelaan kita terhadap Mesir!”

Ini mengingatkanku pada satu hal yang suka kulakukan, yang justru jarang orang suka: menjaring opini orang di jalan. Ini sering kulakukan di masa-masa awalku tinggal di Makassar. Aku kesepian. Aku suka ke pinggir pantai losari, di tempat tumpukan sampah yang besar di tepi pantai. Aku suka mengobrol dengan ibu-ibu separuh baya, sampai anak laki-laki. Kita obrolkan tentang keluarganya, sampai tentang prestasi sekolah si anak. Aku juga suka dateng ke warung-warung yang sepi, sekadar ingin tahu pandangan masyarakat. Ada opini yang paling sering keluar di sana: tentang demo.

“Katanya membela hak asasi manusia, tapi mereka menghancurkan hak asasi kita. Katanya melawan kezoliman, tapi mereka menzolimi kita.”
Kugali lebih dalam, “Maksudnya gimana, Pak, Bu?”
“Mereka bikin macet, padahal orang butuh berangkat dan pulang kerja, supir angkutan juga harus mencari nafkah. Apalagi kalau sampai merusak fasilitas umum.”
Aku butuh solusi, aku tanya abi(ayah)ku,
“Bi, kenapa sih demo itu harus rusuh, emang harus banget ya? Padahal kan demo udah ada tata caranya, damai-damai aja.”
“Ya kamu liat dek, demo anarkis aja pemerintah ga bisa denger, yang damai-damai makin ga didenger…”
“Loh, terus gimana dong?”
“Ya jangan demo…”

Mungkin dari sinilah kenapa banyak yang lebih menyosialisasikan, “serdoalah, berdoalah setiap habis solat.”
“Tapi kan kalo turun ke jalan lebih kongkrit…”
“Doa dan usaha fisik itu harus bersamaan, dan kekuatannya sama. Kalo kita menganggap doa itu tidak lebih kongkrit, berati kita masih menganggap bahwa pertolongan manusia itu lebih kongkrit daripada pertolongan Allah, dan lama kelamaan kita akan menganggap dunia itu lebih kongkrit daripada akhirat. Ya itu pilihanmu, bagiku manusia hanya sebagai perantara pertolongan Allah.”
“Doa kan udah, terus usaha fisiknya apa?”

Keluarlah dan kerjakanlah urusan kita masing-masing, lalu setiap kita berjumpa dengan mitra kita, lakukanlah usaha fisik pertama: senyum.
Kemudian lakukanlah usaha fisik lagi: ucapkan salam
“Assalamu ‘alaykum warahmatullah…”
“Wa ‘alaykumussalam warahmatullah…”
“Kaifa haluk, akh?”
“Alhamdulillah, abdi mah bikhoir… Sampeyan yo opo?”
“Alhamdulillah, abdi ge apik-apik…”
“Akh, barusan abis subuhan ngedoain Mesir ga?”
“Oh iya, nggak…”
“Nanti abis lohor doain ya, terus aja setiap abis solat.”
“Oh iya iya..”
“Nanti ajakin yang lain juga buat berdoa abis solat.”

Kenapa kita pilih jalan perjuangan seperti ini?
1. Orang akan lebih tergerak untuk berdoa bila diajak oleh mitranya, bukan oleh orang bergerombol gak dikenal di jalanan.
2. Gak bikin macet.
3. Gak harus ngebatalin agenda harian.
4. Semisal kita bisa mengajak 10 orang setiap harinya, kalo 10 orang itu ngajak 10 orang lagi, udah 100, terus 10 000, 1 00 000 000, dst. Selain yang ngedoain makin banyak, pahalanya multi level lho…

“Jadi kita ga boleh turun ke jalan nih?”

Turun aja, yang jangan itu mengganggu aktivitas orang lain (bikin macet misalnya), dan jangan ikhtilat (campur baur ikhwan-akhwat). Kalo mau tau tata cara mengumandangkan kebaikan (termasuk unjuk rasa) dalam Islam yang lengkapnya, aku dapet dari sini: http://muslim.or.id/manhaj/khurofat-demonstrasi.html

Wallahu a’lam bish shawab…
Share on Google Plus

About Fikri

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Sundul gan! Ane ga kenal yang namanya spam...